Di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, terdapat dua jenis tenun, yaitu tenun gedogan dan tenun ATBM (alat tenun bukan mesin) yang akan dikembangkan. Hadirnya kedua macam tenun di desa ini adalah potensi terbesar dari pengembangan tenun Sumbawa Barat.
Berdasarkan survei tim DiTenun pada November 2021, di seluruh Kabupaten Sumbawa Barat, penenun gedogan terpusat di Desa Mantar. Terdapat sembilan penenun gedongan dan tujuh penenun ATBM di desa ini. Hadirnya Rumah Tenun ATBM yang dikembangkan pemerintah daerah kemudian akan menjadi pusat tenun, baik kreasi maupun pemasaran.
Sinergi Tenun Gedogan dan Tenun ATBM
Tenun gedongan dan ATBM bersifat berbeda, baik dari alat dan proses pengerjaan, sifat penenunnya, kain tenun yang dihasilkan, dan rencana pemasarannya. Produksi tenun gedogan membutuhkan waktu cukup panjang sehingga tenggat waktu penyelesaian pengerjaannya tidak bisa ditetapkan secara pasti. Kelompok tenun gedogan ini akan fokus mengembangkan tenun tapestri pucuk rebong dengan skala produksi kecil-menengah. Dengan demikian, produk ini dikelompokkan ke dalam kategori produk premium yang eksklusif.
Sementara itu, tenun ATBM berpotensi diarahkan menjadi semiproduksi massal karena dapat dihasilkan secara lebih cepat dengan kuantitas besar. Proses produksi diarahkan ke semiindustrial dengan jadwal kerja dan tenggat waktu yang tetap. Dengan demikian, tenun ATBM dapat diposisikan sebagai produk tenun khas Desa Mantar dengan harga menengah.
Secara khusus, tenun kre alang yang merupakan kain tenun khas Sumbawa kini juga mulai dikembangkan sebagai produk komersial. Proses ini dilakukan dengan menyederhanakan penyusunan motif menjadi lebih sederhana.
Bersinergi dengan para stakeholders, pendampingan DiTenun terhadap penenun Mantar dilakukan dengan pelatihan desain motif tenun baru dengan teknologi, pelatihan manajemen dan kewirausahaan, serta pelatihan pembuatan produk baru.
Mantar sebagai Desa Wisata
Mantar yang disebut sebagai desa di atas awan ini berada di ketinggian 630 meter di atas pemukaan laut. Potensi ini telah dimanfaatkan warga untuk mengembangkan wisata paralayang yang berpeluang menjadikan Mantar sebagai desa wisata yang berkelanjutan.
Perkembangan wisata paralayang ini dapat mendukung berkembangnya sentra tenun di Mantar. Wisatawan dapat berkunjung ke Desa Mantar untuk melihat proses dan membeli produk tenun. Di samping itu, sejarah dan kebudayaan suku asli Samawa di Mantar merupakan aset yang dapat menjadi cerita latar belakang penciptaan produk dan desain baru pengembangan tenun Sumbawa.
Adanya kebijakan dan keinginan menggunakan tekstil bebasis budaya local sebagai pakaian seragam aparat sipil negara (ASN) di Sumbawa Barat juga turut mendukung perkembangan tenun. Di samping itu, resor, restoran, pemandu wisata, dan pengusaha bidang turisme lainnya adalah potensi eksternal yang berperan sangat signifikan untuk memasarkan produk tenun.
Selain dalam bentuk pakaian, tenun Sumbawa juga dapat dirupakan produk turunan yang ditawarkan dalam berbagai tingkat harga. Produk ini berupa aneka merchandise, kebutuhan interior dan bedding rumah hingga hotel, serta suvenir. Tren fesyen wastra tradisi juga membuka peluang pasar baru untuk konsumen nasional di luar Nusa Tenggara Barat.