DiTenun

Kertas Kerja

Desain dan motif tenun tradisi dari berbagai latar belakang etnis dan daerah di Nusantara dihasilkan dari beragam teknik produksi. Ragam teknik produksi tenun ini memang sekilas terlihat serupa, namun terdapat perbedaan teknik antara daerah satu dan lainnya.
Secara universal, tenun dapat didefinisikan sebagai teknik pembuatan sehelai kain dengan cara menganyamkan helai benang pakan (horizontal) ke antara susunan helai benang lungsi (vertikal). Hal yang membedakan jenis kain tenun tradisional yang satu dengan jenis yang lainnya adalah desain motif, teknik produksi motif, dan perangkat alat. 
Ciri khas visual dari suatu motif tenun tak lepas dari teknik produksi motifnya. Berbagai desain dengan teknik prodhuksi motif tertentu telah menjadi identitas yang sangat kuat bagi beberapa kelompok etnis. Misalnya, motif tenun pucuk rebung pada kepala sarung songket Palembang. 
Teknik produksi motif yang umum ditemukan di Indonesia terbagi dalam 5 kategori, yaitu: tenun anyam polos, ikat lungsi (warp ikat), sotis/ jugia/ lungsi tambah (supplementary warp), ikat pakan (weft ikat), dan songket / pakan tambah (supplementary weft).

Alat Tenun Gedogan

Alat tenun gedogan (back-strap loom atau body-tensioned loom) adalah salah satu perangkat tenun yang paling sederhana. Pada perangkat tenun jenis ini, badan penenun menahan rangkaian benang lungsi dengan sebuah alat di pinggang bawah saat proses tenun dilakukan. Biasanya, proses menenun dilakukan sambil duduk di lantai. Tenun yang dihasilkan dari perangkat tenun gedogan biasanya mempunyai lebar maksimal 60-80 cm karena dibatasi oleh lebar rentang tangan penenun.
Untuk membuat selembar sarung, biasanya penenun gedogan menjahit 2 lembar kain dengan lebar 60 cm menjadi selembar sarung dengan lebar 120 cm. Ada dua kategori alat tenun gedogan  di Nusantara, yaitu gedogan lungsi-bersambung dan gedogan lungsi-terputus.

Penenun Gedokan di Sumatera Utara

Salah satu tenun tradisi yang paling tua dibuat dengan teknik ikat lungsi (warp ikat) menggunakan alat tenun gedogan lungsi-bersambung (continuous warp back-strap loom). Alat tenun gedogan jenis ini menghasilkan lembaran kain dengan bentuk tubular. Kain dan perangkat tenun ini dapat kita jumpai pada tradisi tenun Dayak di Kalimantan, tenun Batak di Sumatera Utara, tenun Toraja di Sulawesi, dan beberapa kebudayaan tenun di Nusa Tenggara Timur.

Penenun Gedokan di Mantar, NTB

Gedogan jenis lungsi-terputus dapat dilihat dari keberadaan sisir tenun pada perangkatnya. Jenis gedogan ini diperkenalkan oleh pedagang Arab dan India pada abad ke-14, dan digunakan oleh penenun di daerah pesisir Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Jawa, dan Nusa Tenggara Barat; terutama pada kelompok tenun yang mempunyai sejarah Kesultanan Islam.

Alat tenun bukan mesin (ATBM)

ATBM (treadle loom) mulai dikenal di Indonesia pada awal abad ke-20. Pada perangkat yang terdiri dari kerangka dan susunan peralatan tenun ini, penenun dapat membuka dan menutup celah deretan benang lungsi dengan menginjak pedal. Perangkat tenun ini dapat menghasilkan kain tenun dengan lebar sampai dengan 120 cm. Dalam sekali produksi, ATBM dapat menghasilkan kain dengan panjang dari 20 sampai 100 meter.

Penenun ATBM di desa Poto, NTB

Tradisi tenun di Jepara, Balige, dan Wajo telah lama memproduksi sarung tenun dengan perangkat ATBM. Pertenunan ATBM di Jepara terkenal dengan kemampuannya memproduksi tenun dengan motif yang terinspirasi dari berbagai tenun Nusantara dalam kuantitas menengah hingga besar. Kesuksesan beberapa daerah dalam memperbesar volume produksi dengan cara beralih ke perangkat ATBM mendorong beberapa pihak untuk menginisiasi pertenunan ATBM di beberapa daerah yang mempunyai tradisi tenun gedogan.

Alat tenun mesin (ATM)

Industrialisasi telah mendorong terciptanya kain tenun bermotif tradisional dengan alat tenun mesin. Pertenunan dengan alat tenun mesin berkembang di Sumatera Utara, Jawa Barat, hingga Jawa Timur.

Penenun Alat tenun Mesin di Sumatera Utara

Industrialisasi telah mendorong terciptanya kain tenun bermotif tradisional dengan alat tenun mesin. Pertenunan dengan alat tenun mesin berkembang di Sumatera Utara, Jawa Barat, hingga Jawa Timur.

Pertenunan ATM dapat menghasilkan kain tenun yang mempunyai motif yang terinspirasi dari tenun tradisional. Tenun ATBM dapat menghasilkan kain tenun dengan volume besar dalam waktu yang singkat, sehingga harga jualnya menjadi jauh lebih rendah dari tenun gedogan. Walaupun tenun yang dihasilkan oleh perangkat ATM sering kali tidak dapat menyamai kerumitan motif tenun gedogan tradisional, namun harga jual yang terjangkau menjadi unggulan dari tenun yang dihasilkan ATM. Salah satu jenis alat tenun mesin yang populer digunakan untuk memproduksi tenun dengan inspirasi motif tradisional adalah alat tenun mesin jacquard.

Tenun Tradisi dan Proses Desain

DiTenun percaya bahwa kebudayaan adalah suatu hal yang dinamis dan dapat turut berubah seiring perubahan kehidupan manusia. Kebudayaan tenun di berbagai daerah di Nusantara juga sepatutnya dapat berkembang mengikuti perkembangan zaman tanpa melupakan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam proses dan helai tenun.

Penenun Alat tenun Mesin di Sumatera Utara

Banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam menciptakan motif tenun baru, salah satunya adalah dengan gambar teknik/ kertas kerja tenun dalam bentuk kristik. Kertas kerja kristik tenun awalnya digunakan oleh penenun songket di wilayah kesultanan muslim pulau Sumatera dan Kalimantan untuk mendesain motif songket. Sistem kertas kerja ini lalu diadaptasi oleh banyak penenun tradisi untuk mengembangkan motif tenun ikat dan lungsi tambah. Kertas kerja kristik memudahkan penenun dalam memvisualisasikan motif baru yang akan dibuat dengan berbagai teknik tenun dan berbagai jenis perangkat tenun, dari gedogan, alat tenun bukan mesin (ATBM), sampai alat tenun mesin. Aplikasi DiTenun mempermudah penenun dan desainer tenun dalam mendesain motif dalam bentuk kristik digital, serta menghasilkan kertas kerja tenun yang dapat menjadi panduan dalam memproduksi tenun dengan berbagai teknik dan perangkat.