Pendampingan tak akan dapat dilakukan tanpa lebih dulu mengenal latar belakang masyarakat di mana tradisi tenun tercipta. Oleh karena itu, sebelum merancang program pendampingan, tim DiTenun lebih dulu melakukan survei ke Sumbawa Barat.
Pada 25 Oktober sampai 2 November 2021, kami, tim DiTenun melakukan survei pendahuluan dengan berkunjung ke beberapa tempat dan menjumpai beberapa tokoh penting di Sumbawa Barat. Berikut adalah rangkaian perjalanan kami.
Hari Pertama Survei
Pada hari pertama, kami berkesempatan mengunjungi tiga narasumber, yaitu Syukri Rahmat, Ketua Lembaga Adat Tana Samawa; Hasanuddin, Kepala Bidang Kebudayaan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sumbawa Barat; serta Ali Agsyah, anggota Komunitas Fashion Sumbawa.
Dalam kunjungan ke kediaman Syukri Rahmat, kami mendapatkan wawasan baru tentang kondisi umum penenun di Kabupaten Sumbawa Barat. Kunjungan ini kemudian menghubungkan kami kepada Hasanuddin, Kepala Bidang Kebudayaan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sumbawa Barat, yang memberikan masukan teknis perihal motif, makna dan filosofi tenun, serta sikap para penenun dan petinggi adat Sumbawa terhadap kemajuan inovasi tenun. Keduanya menyatakan keprihatinan besar mereka terhadap kemandegan tenun Sumbawa. Stagnasi ini ditandai dengan tidak adanya regenerasi dan ekosistem produksi yang memadai.
Hasanuddin kemudian juga mengarahkan kami untuk mengunjungi Museum Negeri Nusa Tenggara Barat di Lombok untuk mengakses hasil penelitiannya tentang Tenun Kre Alang. Sementara itu, Ali Agsyah, desainer fesyen lokal menyatakan keterbukaannya terhadap rencana kami untuk membentuk program untuk akselerasi kemajuan tenun Sumbawa yang melibatkan banyak pihak.
Hari Kedua Survei
Pada hari kedua, kami berkunjung ke rumah perdana menteri Kesultanan Sumbawa yang masih ditinggali sampai saat ini oleh generasi ke-5. Kami bertemu dengan perwakilan keluarga, Yuli Andari Merdikaningtyas, yang juga adalah co-founder dari Yayasan Datu Ranga. Yayasan ini bekerja untuk pengembangan dan pelestarian sejarah, pusaka, dan budaya Sumbawa.
Dalam kunjungan ini, Yuli berbagi narasi tentang sejarah peradaban Kesultanan Sumbawa dan rencana untuk mengembangkan wisata sejarah di Sumbawa. Pertemuan ini diharapkan dapat membuka kesempatan kolaborasi dengan program pemberdayaan komunitas tenun.
Selanjutnya, kami berkunjung ke Desa Poto di Moyo Hilir. Komunitas penenun di desa ini sudah terorganisir dengan baik, serta dikenal sebagai sentra tenun di Sumbawa. Oleh karena itu, sudah cukup banyak bantuan yang diberikan oleh pemerintah, baik alat, bahan, maupun pelatihan tenun.
Di desa ini, para penenun menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) dan gedogan. Meskipun masih terbatas, pengetahuan akan motif dan pembuatan tenun dengan motif khas Sumbawa di Desa Poto sudah cukup baik. ATBM di desa ini dioperasikan oleh delapan orang secara berkelompok. Sementara itu, alat tenun gedogan dioperasikan secara mandiri di masing-masing rumah penenun tradisional yang tergabung dalam Asosiasi Penenenun Tradisional Samawa (APDISA). Asosiasi ini berperan untuk mengoordinasikan pesanan dalam jumlah besar, kegiatan pelatihan, serta rantai pasok benang.
Dalam setiap program pelatihan yang dilaksanakan, menurut kami penting untuk melibatkan institusi pendidikan tinggi di daerah setempat untuk ikut serta dalam pelaksanaan program. Hal ini karena setiap institusi pendidikan pasti memiliki lembaga penelitian dan pengabdian masyarakat yang selaras dengan program pemberdayaan komunitas tenun.
Oleh karena itu, kami senang dapat bertemu dengan Mas Aka, Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Teknologi Sumbawa. Kami menyampaikan potensi keterlibatan mahasiswa dalam program pelatihan yang disambut dengan baik oleh Mas Aka.
Hari Ketiga Survei
Pada hari ketiga, kami berkesempatan menjumpai Bapak Hairul Jibril, Kepala Bidang Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Kabid Bappeda) Litbang Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), serta Ketua LPPM dan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Universitas Cordova.
Berkunjung dan berdiskusi dengan kepala Bappeda menjadi salah satu agenda penting untuk melihat rencana kerja pemerintah daerah setempat dalam pengembangan tenun. Selain itu, kami juga mendapat pengarahan mengenai kegiatan yang sudah dan akan dilakukan di masa depan untuk pembinaan penenun yang direncanakan pemerintah. Dengan insight ini kami dapat membuat program yang selaras dengan kebijakan pemda setempat agar program yang direncanakan bisa berlangsung berkesinambungan.
Kepala Bappeda dan kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan juga sudah mengisyaratkan rencana untuk membuat workshop tenun terpadu antargaleri di lokasi premium di Sumbawa Barat. Rencana ini akan menjadi masukan untuk program yang akan kami buat sebagai salah satu bagian dari ekosistem besar perkembangan tenun Sumbawa Barat.
Pertemuan dengan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Cordova untuk menjajaki kerjasama. Kami berharap stakeholder dari bidang pendidikan dan akademik setempat bisa terlibat dalam pengembangan inovasi dan pengabdian masyarakat penenun di Sumbawa Barat. Kami berharap ke depannya akan muncul inovasi-inovasi baru dalam bidang tenun dari putra daerah yang terdidik di Sumbawa Barat.
Selain rencana kerjasama pengembangan tenun dengan Universitas Cordova, kami juga sudah menjajaki kemungkinan untuk menurunkan mahasiswa ke lapangan. Hal ini bertujuan membantu para penenun sebagai bagian dari praktik kerja lapangan atau KKN.
Saat ini, dengan adanya program Kampus Merdeka dari Kemenristekdikti, semua mahasiswa diharapkan turun langsung ke industri untuk bisa mengaplikasikan ilmunya di kampus dalam praktek kerja di industri sekitar. Keberadaan anak magang dan KKN ini akan menjadi aset besar dalam pengawasan dan pembinaan produksi tenun di masa depan.