Menumpang renjer atau alat transportasi desa, Jumat, 14 Juli 2023 pagi, tim DiTenun dan pengurus Mantar Berseri menuruni bukit Mantar menuju ke Kecamatan Seteluk. Dua tujuan utama dalam kunjungan ini adalah SMK 1 Seteluk dan LPK Yufitra untuk menjajaki peluang kerja sama dalam menghasilkan produk tenun.
Nurdin Syarif, kepala Bursa Kerja Khusus (BKK) SMK 1 Seteluk menyambut baik kunjungan DiTenun dan Mantar Berseri. SMK yang memiliki jurusan dan siswa tata busana dan multimedia ini diharapkan dapat menjadi partner dalam penjahitan serta desain packaging produk tenun. BKK sendiri merupakan unit di satuan pendidikan menengah yang memberikan layanan penempatan kerja kepada alumninya. Senada, Wakil Kepala Sekolah, Sri Novita, juga menantikan kunjungan DiTenun selanjutnya untuk membawakan desain dan bahan produk.
Kunjungan selanjutnya adalah ke Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) Yufitra di Dusun Pamongo, Seteluk untuk menjajaki kerja sama penjahitan pakaian tenun. Ketua LPK, Radiman M. Said, dan bendahara, Yuyu Fitriani antusias dan menanti kelanjutan kerja sama dengan DiTenun dan Mantar Berseri untuk membuat sampel pakaian.
Antusiasme kedua lembaga ini kemudian juga membuat anggota Mantar Berseri yang ikut dalam kunjungan ini, yaitu Sri Devi, Hasna, dan Novi untuk ikut bersemangat belajar dan menyelesaikan kain tenun mereka
Belajar dari Kelompok Tenun Kertasari
Melihat bagaimana kelompok tenun lain berkembang, jatuh, bangkit, dan bertahan diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi Mantar Berseri. Harapan inilah yang melatarbelakangi undangan DiTenun kepada Andi Irma, pendiri Kelompok Tenun Ikat Mawar Pink dari Desa Labuan Kertasari, Taliwang, Sumbawa Barat.
Pada 15 Juli 2023, Andi Irma berkunjung ke Rumah Tenun Mantar untuk berbagi cerita tentang berbagai tantangan yang dihadapi kelompok tenunnya. Tantangan terbesar bagi kelompok tenun ini adalah kegiatan budi daya rumput laut yang lebih menguntungkan secara ekonomi daripada tenun. Sekitar 98% warga Kertasari adalah petani budi daya rumput laut, dan 74%-nya adalah perempuan.
Akibatnya, makin sedikit yang bersedia meluangkan waktu untuk menenun. Sebelumnya, pada 2018, aktivitas tenun sempat terhenti karena alat-alat tenun rusak pascagempa Lombok. Selain itu, saat ini tenun Kertasari terkendala kemampuan teknis, biaya produksi, dan harga jual yang tinggi, hingga pergulatan politik.
Dalam paparannya, Andi Irma berucap terus terang bahwa ia iri akan dukungan luar biasa dari kepala desa, DiTenun, dan CSR AMMAN pada tenun Mantar. Pada saat yang sama, Tenun Ikat Kertasari selama ini harus berjuang dengan dana sendiri untuk bertahan. Oleh karenanya, Andi Irma berpesan bahwa teman-teman Mantar Berseri agar serius meneruskan kegiatan tenun mereka yang sudah didukung banyak pihak.
Dalam diskusi, Devi, Ketua Mantar Berseri yang sebelumnya juga memaparkan kegiatan tenun di Mantar, bertanya tentang bagaimana memotivasi petani rumput laut Kertasari agar mau tetap menenun. Andi Irma mengutarakan bahwa petani rumput laut punya masa konda, yaitu bulan jeda saat mereka tidak berproduksi rumput laut. Pada masa inilah, menurutnya, tenun dapat ditawarkan menjadi alternatif solusi pendapatan. Menurut Ade Irma, warga Mantar justru punya waktu jeda lebih panjang di sela masa tanam dan panen.
Jika Andi Irma merasa iri pada dukungan besar terhadap warga Mantar, Sabariah, salah satu anggota Mantar Berseri berujar bahwa ia juga iri pada kegigihan Kelompok Tenun Ikat Mawar Pink. Menurut Sabariah, mereka sendiri sedang berusaha menumbuhkan kegigihan itu. Sebuah upaya yang tidak mudah, justru karena masih mendapat banyak dukungan dan belum mengalami kerugian dengan dana sendiri.
Dari diskusi yang berjalan hangat, ini Kelompok Tenun Mantar Berseri belajar bagaimana kelompok tenun lain seperti Mawar Pink ini berupaya tetap hidup di tengah segala tantangan. Dengan diskusi ini, diharapkan mereka lebih siap menghadapi kendala dan tantangan ke depan.