DiTenun

Pelatihan pewaraan celup ikat di Sibisa, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara

Artikel/

DiTenun Perkenalkan Kembali Celup Ikat dalam Pelatihan di Toba 

Celup ikat merupakan salah satu bentuk seni pewarnaan kain yang sudah lama berkembang di berbagai budaya, seperti di India, Jepang, termasuk Indonesia. Di Indonesia, praktik pewarnaan ini sudah dilakukan berbagai suku, seperti Suku Dayak di Kalimantan, Suku Toraja di Sulawesi, Suku Sasak di Lombok, juga pulau Jawa sebagai pusat produksi batik ikat, seperti di Pekalongan, Solo, dan Yogyakarta.

Teknik pewarnaan ini kembali diperkenalkan DiTenun dalam pelatihan pada 12—14 Oktober 2022 lalu di Sibisa, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Bersama dengan Institut Teknologi Del, Kaldera, dan Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT), DiTenun menggelar pelatihan produk desain serta pelatihan pewarna alami dan pewarna kimia. Kegiatan yang merupakan perwujudan program matching fund Kedaireka bersama mitra BPODT ini diikuti sekitar 25 pemilik usaha kecil menengah (UKM) binaan The Kaldera Toba Nomadic Escape. 

Mengenal Bahan Pewarna Celup Ikat 

Pelatihan yang dilaksanakan selama tiga hari ini diawali dengan membuat dan memotong pola pada kain kanvas, hingga menjahitnya menjadi tote bag dan pouch. Pada hari kedua, fasilitator DiTenun, Gabriella dan Shita, mengajak peserta untuk mengenal pewarnaan celup ikat yang merupakan salah satu teknik dalam pembuatan motif pada kain. 

Secara sederhana, motif dibuat dengan mengikat beberapa bagian kain dengan tali sebelum dicelupkan pada pewarna kain. Ikatan ini kemudian akan membuat beberapa bagian kain tidak tertembus pewarna, sehingga menciptakan motif pada kain. Meski motif ini sudah dirancang, tapi setiap hasil kreasi celup ikat menjadi spesial dan eksklusif. Tidak ada hasil motif yang sama persis antara satu dan lainnya.

Bahan pewarna sendiri dikategorikan menjadi dua jenis utama, yaitu bahan pewarna alami dan pewarna sintetis. Pewarna tekstil alami berasal dari beragam tumbuhan penghasil warna, seperti kulit kayu, daun, bunga dan buah. Contoh tanaman yang sering digunakan dalam pewarnaan alam adalah secang, kayu jambal, tarum/indigofera, jelawe, kunyit, dan manggis. 

Sementara itu, pewarna sintetis merupakan zat pewarna buatan yang diciptakan dari reaksi-reaksi kimia tertentu. Pewarna sintetis ini umumnya lebih banyak digunakan karena lebih mudah didapatkan dan tersedia dalam warna yang lebih beragam dibandingkan pewarna alami. 

Zat pewarna alami biasanya lebih mudah diserap oleh bahan tekstil yang terbuat dari serat alami, seperti serat tumbuhan (katun dan rayon) atau serat hewan (sutra, wool) tapi tidak mudah diserap oleh bahan sintetis. Sementara itu, pewarna sintetis sangat mudah terserap kain, baik yang terbuat dari serat alam maupun sintetis. Namun, pewarna sintetis belum tentu aman untuk manusia dan lingkungan.

Praktik dan Kreasi Celup Ikat 

Shita menjelaskan bahwa setidaknya terdapat tiga tahapan proses dalam pewarnaan alam, yaitu proses awal berupa mordanting, proses pewarnaan atau pencelupan, hingga proses fiksasi atau penguatan warna. Dalam pewarnaan ini, selain bahan untuk dicelup, yaitu kain, pouch dan tote bag; diperlukan beberapa alat, yaitu: tali dan karet untuk mengikat kain, panci untuk merebus, ember untuk mencelupkan kain, sarung tangan, serta bahan pewarna tekstil. Secang dan kulit kayu digunakan sebagai pewarna alami, sementara tawas, tunjung, dan kapur untuk tahap fiksasi. Selain itu, wantex dan garam digunakan sebagai pewarna sintetis. 

Dalam celup ikat ini, terdapat bebagai motif yang dapat diciptakan, tergantung dari teknis ikatannya. Dalam pelatihan ini, DiTenun memperkenalkan tiga jenis ikatan, yaitu ikatan garis, jumputan, dan lipat rintang. 

Berikut tahapan untuk setiap jenis ikatan. 

Ikatan garis 

Letakkan kain pada permukaan yang rata; ikatkan tali secara horizontal atau vertikal sesuai keinginan; berikan jarak antara ikatan satu dengan ikatan yang lainnya; pastikan ikatan sudah rapat.

Jumputan 

Letakkan kain pada permukaan yang rata; jumput/ cubit kain, kemudian ikat dengan karet gelang; tempatkan beberapa jumputan pada permukaan kain untuk membuat rangkaian motif; pastikan ikatan sudah rapat.

Lipat rintang 

Letakkan kain scarf pada permukaan yang rata; lipat kain menjadi beberapa bagian; ikat kain yang sudah terlipat menggunakan karet gelang atau tali; pastikan ikatan sudah rapat. 

Proses pewarnaan alami diawali dengan merebus pewarna alam hingga airnya berkurang setengah. Air rebusan ini kemudian dituang ke ember untuk digunakan mencelup kain yang sudah dibasahi. Setelah menyerap cairan pewarna, kain diangin-anginkan, kemudian dicelupkan kembali ke cairan pewarna hingga mencapai warna yang diinginkan. Setelah diangin-anginkan lagi, kain dicelupkan ke dalam larutan fiksasi sebelum kemudian dijemur. 

Sementara itu, pewarnaan sintetis dilakukan dengan melarutkan satu sachet Dylon sesuai petunjuk pada kemasan ke dalam air panci. Tambahkan 30 gram garam, aduk rata. Setelah itu pencelupan dilakukan seperti proses pencelupan dengan pewarna alami. Setelah dicelupkan dan didiamkan beberapa saat, kain dapat dijemur tanpa terkena paparan sinar matahari langsung. 

Di ujung pelatihan, semua peserta dengan gembira mengurai ikatan kain yang kemudian menciptakan motif tak terduga. Hasil dari pelatihan ini kemudian menjadi salah satu produk cinderamata Kaldera yang disinergikan dengan kegiatan Design Your Own Kaldera Merchandise bersama DiTenun.  Pengunjung Kaldera dapat membeli cinderamata dengan motif khas yang mereka desain sendiri dengan aplikasi swadesain DiTenun. The Kaldera Toba Nomadic Escape sendiri merupakan kawasan wisata di bawah pengelolaan BPODT di zona otorita pariwisata Danau Toba, tepatnya di Desa Sibisa, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba.