DiTenun

Kunjungan belajar Mantar Berseri ke komunitas dan sentra tenun di Lombok

Artikel/

Kunjungan Belajar Mantar Berseri ke Sentra-sentra Tenun Lombok  

Agar mendapat visi ke depan, penting bagi komunitas tenun Mantar Berseri untuk melihat wajah berbagai sentra dan komunitas tenun di luar Sumbawa Barat. Pada 13-15 Agustus 2023 lalu, DiTenun memfasilitasi kunjungan belajar Mantar Berseri ke komunitas dan sentra tenun di Lombok. Kunjungan ini diharapkan memberikan gambaran dan arah untuk mereka tuju untuk berkembang dalam tahun-tahun yang akan datang. 

Komunitas Tenun di Desa Ungga 

Pada hari pertama, didampingi DiTenun, sembilan anggota Mantar Berseri bertandang ke Aldi’s Gallery, sentra tenun kain gedogan di Desa Ungga, Lombok Tengah. Selain berbincang dengan Ibu Ani Cembun, pemilik galeri, teman-teman bisa menyaksikan langsung proses pembuatan tenun songket gedogan khas Lombok. Fasilitator DiTenun, Gabriella, mengajak peserta untuk memperhatikan ciri khas kain tenun Lombok, dengan bergamnya motif dan warna dalam satu desain. 

Aldi’s Gallery sendiri merupakan binaan dari Cita Tenun Indonesia dan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Mataram yang kini beranggotakan sekitar 200 penenun. Mereka telah menenun dari generasi ke generasi menggunakan alat tenun gedogan di rumah masing-masing. 

Wisata Tenun dari Toko ke Desa

Hari kedua membersamai kunjungan belajar Mantar Berseri. Perjalanan dibuka dengan melihat beragam produk turunan tenun di toko cinderamata Sasaku. Di toko besar ini, teman-teman dapat melihat sendiri aneka produk tenun, mulai dari sarung, pakaian jadi, obi/ikat pinggang, hingga pouch. Mereka dapat memilih, mencoba sendiri, sekaligus membandingkan harga produk tenun ini dengan produk yang dapat mereka produksi. 

Siangnya, DiTenun mengajak teman-teman Mantar mengunjungi perusahaan tenun ikat Slamet Riady yang sudah berdiri sejak 1967. Pada bagian belakang toko, terdapat sebuah ruangan besar yang menampung sekitar 100 alat tenun bukan mesin (ATBM) tua. Sayangnya, sebagian besar ATBM ini sudah mangkrak tidak digunakan. Dari 100 penenun, kini tinggal ada 6 penenun tua yang masih aktif. Di sini teman-teman Mantar Berseri berbincang dengan para penenun ATBM. Setiap kain tenun ikat perlu melalui 17 proses dan dapat membutuhkan waktu hingga 6 bulan hingga selesai. 

Selanjutnya, di Desa wisata Sade, kunjungan teman-teman Mantar disambut oleh seorang pemandu yang mendampingi dan menceritakan tentang budaya suku Sasak, warga desa ini. Di sini, mereka dapat melihat sendiri bagaimana sebuah desa dengan rumah-rumah Sasak yang masih lestari terus hidup dengan kerajinan tenun mereka. Di setiap rumah, tampak tiap warga menenun dan memajang kain tenun mereka di halaman. 

Perjalanan hari ini ditutup dengan berkunjung ke gerai The Body Shop di Mall Epicentrum Mataram. Di gerai ini, teman-teman Mantar diajak untuk memperhatikan berbagai desain kemasan sebagai inspirasi kemasan produk tenun. 

Belajar di Museum dan Desa Tenun Sukarara

Menengok kembali aktivitas tenun di Nusa Tenggara Barat dari masa lampau dapat menjadi referensi penguat untuk sebuah kelompok tenun. Teman-teman Mantar Berseri menemukannya di Museum Nusa Tenggara Barat, Mataram. Di museum ini, didampingi seorang pemandu musum, mereka kembali menelusuri dan menemukan banyak kesamaan dalam budaya Mantar dengan NTB secara umum. Di museum ini mereka juga dapat melihat kain-kain tenun kuno yang sejak dulu banyak digunakan dalam upacara adat NTB. 

Tengah hari, DiTenun dan Mantar Berseri bertolak ke Desa Sukarara, di mana di tiap rumah terlihat setidaknya satu perempuan yang sedang menenun di teras. Di desa yang disebut sebagai “kampung tenun” ini, terdapat sebuah komunitas tenun pewarna alami, Lumbung Sensek. Dari komunitas penenun gedogan ini, teman-teman belajar bagaimana tetap berkembang di tengah banyak tantangan. Dalam waktu 5 tahun, komunitas yang semula beranggota 12 penenun ini kini telah berkembang menjadi 28 orang. 

Dalam kunjungan belajar tiga hari ini, banyak pengalaman baru yang didapatkan teman-teman Mantar Berseri. Dengan melihat banyak wajah dan berbagai sisi komunitas dan sentra tenun, mulai dari yang berkembang hingga yang meredup dan hilang, diharapkan dapat menjadi bekal mereka untuk lebih siap menghadapi banyak tantangan ke depan.